Deskripsi |
Naskah Oendang-Oendang Adat Limbago ini adalah Tambo Minangkabau, koleksi Leiden University Library nomor koleksi Or. 12.182, judul koleksi “Collective Volume with Texts in Malay, Minangkabau, Arabic Script” dengan subjudul “Oendang-Oendang Adat Limbago: Tambo Minangkabau; and Other Texts”. Dapat diunduh melalui semua alat pencari internet pada situsnya https://digitalcollections.universiteitleiden.nl.
Tambo Minangkabau ini, satu di antara Tombo Alam sekaligus Tambo Adat. Sebagai Tambo Alam Minangkabau, menceritakan pertumbuhan dan perkembangan Limbago Adat Penghulu dan Limbago Adat Rajo sebagai pucuk adat di Minangkabau. Sebagai Tambo Adat, merupakan “barih balabeh” (memberi garis aturan adat dan menandai batasan norma hukum adat) bersumber undang-undang adat Minangkabau.
Hukum adat didalamnya meliputi tiga hukum yang dipakai di Minangkabau dirumuskan dalam integritas 3 hukum yakni “Tigo Tali Sapilin” (Tiga Hukum Terintegrasi). Tiga hukum itu adalah: (1) Tali (Hukum) Syara’ “Dasar: Anggo Tanggo”, (2) Tali (Hukum) Adat “Hukum: Raso Pareso” dan (3) Tali (Hukum) akal semua Regulasi/ Hukum Negara “Baundang: Alua Patuik”.
Sedangkan Undang-Undang Adat Limbago di dalamnya sebagai sumber norma hukum adat Minangkabau, meski tidak tersusun, namun dapat dirumuskan sistem hukum adat “Limbago Nan-10”. Limbago Nan-10 itu: 2 cupak (cupak asli/ usali dan cupak buatan), 4 Undang-Undang yakni: Undang Luak dan Rantau, Undang (Berdiri) Nagari, Undang Dalam (Hubungan Sosial) Nagari, Undang Nan-20 terdiri dari Undang Nan 12 dan Undang Nan 8 menyangkut kriminal.
Tela’ah terhadap Oendang-Oendang Adat Limbago ini penting, selain dapat mengelompokan dan menyusun Undang-undang sebagai norma hukum adat di dalamnya yang berserakan itu, juga banyak sedikit menyamakan pemahaman dalam memastikan konsep “kata” dan “istilah adat” selaras dengan konsep adat Minangkabau. Artinya tidak hanya membaca “gambar huruf” karakter Arab (Arab Melayu) dalam teks tetapi dibaca juga kontek adat selaras dengan konsep “kata” yang digunakan undang undang adat sebagai sumber norma hukum adat Minangkabau itu.
Buku ini, tentulah jauh dari sempurna. Ditulis dalam waktu, kesempatan dan kemampuan terbatas. Karenanya penulis berharap, tegur sapa dari para pihak diperlukan dalam bentuk koreksi dan kritik bagi penyempurnaan selanjutnya. Hanya satu harapan mengiringi kehadiran buku ini, kiranya ada satu manfaat yang dapat dipetik darinya.
Rasa terima kasih, penulis ucapakan kepada Kepala UPTD Museum Aditywarman yang memberi kesempatan dan kepercayaan. Juga terima kasih kepada para pihak yang membantu. Semoga semua menjadi satu kinerja yang bermanfaat dan menjadi amal ibadah. |